Saturday, November 24, 2012

99 Cahaya di Langit Eropa

Cover Buku [Sumber:: Koleksi Pribadi]

Ketika ditanya negara yang berkaitan dengan Islam, sebagian besar orang, bahkan kaum muslim, akan membayangkan negara-negara Timur Tengah. Well, tidak salah juga, hanya saja seringkali mereka lupa bahwa Islam pun memiliki sejarah kebesaran di peradaban Barat. 99 Cahaya di Langit Eropa mencoba untuk mengingatkan kembali bahwa Islam pernah menjadi era kebesaran yang menjadikan sebuah zaman dipenuhi kecerahan.

Hanum Salsabiela Rais [Sumber:: sini]
99 Cahaya di Langit Eropa dibuka dengan kisah fiksi yang di lembar-lembar kemudian diketahui tentang penggambaran Hanum tentang perasaan seorang Panglima Perang Dinasti Turki, sang penakluk yang menggunakan pedang dan darah untuk menguasai wilayah 'jajahan'nya, Kara Mustafa Pasha.

Perjalanan Hanum dimulai dari kota Wina, mengikuti suami yang tugas kerja di sebuah kampus. Keinginannya untuk berkeliling kota didukung dengan pertemuannya dengan Fatma di kelas Bahasa Jerman. Bersama Fatma, Hanum memulai petualangannya mengenal sejarah Islam di Wina dari Wien Stadt Museum. Meski 'hanya' seorang ibu rumah tangga, Fatma benar-benar menjadi guide yang memiliki pengetahuan luas. Banyak sejarah yang disampaikannya kepada Hanum sepanjang menjelajah museum, hingga ujung perjalanan yang mengejutkan berkenaan dengan leluhur Fatma.

Tujuan selanjutnya ke kota mode, Paris. Berkat kartu nama dari Imam masjid yang ditemui Hanum saat perjalanannya mengelilingi Vienna Islamic Center, dia memiliki teman yang bersedia menemaninya mengunjungi museum sejarah di Paris, Museum Louvre.  Marion Latimer adalah mualaf sedang mempelajari peradaban Islam sehingga Hanum mendapatkan banyak keuntungan menjelajah dengannya. Penemuan Kufic dan opini Marion tentang sejarah di balik banyaknya lafadz syahadat dalam lukisan atau patung pemimpin Eropa masa lalu.

Rangga Almahendra [Sumber:: sini]
Jika sebelum-sebelumnya, Rangga tidak bisa sepenuhnya menemani Hanum, perjalanan ke Cordoba dan Granada, mereka jalani bersama. Mereka berkunjung ke Mezquita Cordoba, sebuah mesjid yang diubah menjadi katedral. 
"Ambiguitas tiba-tiba menyeruak ke dalam aura bangunan ini [Mezquita Cordoba]. Seperti krisis identitas. Aku bingung harus memanggilnya apa. Dan tiba-tiba aku merasa 'kehilangan' lagi." [h. 259]
Sedangkan, di Granada mereka bertutur tentang Istana Al-Hambra, tempat megah berupa benteng yang kabarnya merupakan bentuk pertahanan dari gempuran kerajaan Kristen Spanyol.

Istanbul, tempat terakhir di Eropa yang dikisahkan Hanum dalam 99 Cahaya di Langit Eropa. Dimulai dengan penjelajahan ke Hagia Sophia, sebuah katedral yang diubah menjadi mesjid, kebalikan dari Mezquita Cordoba. Istanbul pula yang kembali mempertemukan Hanum dengan Fatma yang sempat 'menghilang' dari Wina, yang kemudian mengajak Hanum dan Rangga ke Topkapi Palace.

Seluruh perjalanan Hanum dan Rangga dituliskan dengan gaya bercerita. Tak hanya tentang sejarah Islam, tapi juga bersikap bijak sebagai agen muslim yang baik di benua Eropa. Hanum juga banyak bercerita tentang kendala-kendala yang kerap dihadapi suaminya yang bekerja di sebuah universitas di Wina berkenaan dengan masalah ibadah atau lainnya. Juga tentang obrolan dengan orang-orang ateis yang saat ini sedang menjadi agama 'favorit' di Eropa.

Sedikit ganjalan tentang pengambilan angka 99 di bagian judul buku, tidak ada kejelasan mengapa dipilih angka tersebut. Selain itu, saya juga agak bingung dengan label di bagian belakang buku yang menetapkan genre buku ini adalah 'NonFiksi/Novel Islami'. Ada kebingungan tentang bagian fiksinya, apakah hanya pada kisah Kara Mustafa Pasha, ataukah perjalanan tersebut juga fiksi, yang membalut lokasi, sejarah, dan benda-benda bersejarah?

Meski begitu, buku ini termasuk istimewa bagi saya. Mengapa? Karena berhasil membangkitkan kembali keingintahuan saya tentang sejarah peradaban Islam di ranah Eropa.
"Yang paling penting dari mempelajari sejarah adalah bukan hanya kemampuan menjabarkan siapa yang menang siapa yang kalah, melainkan mengadaptasikan semangat untuk terus menatap ke depan, mengambil sikap bijak darinya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan di dunia." [h.332]
Judul: 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis: Hanum Salsabiela Rais [@hanumrais] & Rangga Almahendra [@rangga_alma]
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetak: Kedua, Agustus 2011
Tebal: 412 hlm
Bintang: 4.5/5

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → 99 Cahaya di Langit Eropa

Wednesday, November 21, 2012

A Message of Love

Sampul Buku [Pinjam dari Mbak Novi]
Kisah dalam A Message of Love di luar perkiraan saya. Melihat sampul depan, judul yang memuat kata 'love' dan tagline 'cinta, patah hati dan sebuah persahabatan' yang terdengar standar, semua membuat saya tidak terlalu berharap akan mendapatkan lebih dari sekadar kisah cinta. Gegara itu, meski buku ini berstatus pinjam, keinginan membaca tertunda cukup lama. Ternyata perkiraan saya tidak 100% benar, ada nilai lain yang disodorkan penulis, juga terdapat aroma misteri dalam rangkaian ceritanya.

Menjadi perempuan mandiri, cerdas, cantik dan memiliki pekerjaan yang bergaji tinggi, ternyata tidak membuat Zahra Khairunnisa menjadi tenang. Hadirnya mimpi Opa membuat Zahra bertanya-tanya dan melihat kemungkinan keresahannya dapat terobati. "Carikan buku kecil Opa," kata-kata itu yang kerap terdengar dalam mimpi Zahra beberapa kali. Rasa sayang yang besar kepada Opa, semakin membuat Zahra ingin mencari buku kecil. Pencarian itu menggiringnya ke sebuah desa di Tasikmalaya. Dari sanalah cerita berkembang menjadi konflik cinta, perenungan, obsesi, dan pencarian tujuan hidup.

Sejak awal, cerita sudah diselimuti misteri pencarian buku kecil, seperti halnya ketika pria misterius berkali-kali terlihat. Hanya saja, sempat muncul rasa biasa saja dari mulai perjalanan Zahra, pertemuannya dengan Khairi, dan kenangan akan Eyang Anang yang sangat disayangi warga kampung Ciherang. Saya baru merasakan cerita mulai 'naik' saat terjadi konflik dalam persahabatan Zahra dan Mutia, yang membuat Zahra memutuskan ke Inggris. Selain itu, membaca gejolak dan usaha Zahra untuk meredam amarah berhasil membuat saya ikut merasa sakit hati. Akhir cerita tertebak, kecuali bagian yang berhubungan dengan passion Zahra. Sedikit mengingatkan pada cerita Bollywood. 

Judul: A Message of Love
Penulis: Tria Barmawi [@triabarmawi]
Penyunting: Azzura Dayana
Penerbit: Lingkar Pena
Cetak: Pertama, Maret 2010
Tebal: 366 hlm
Bintang: 4/5


:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku atau Dagang Buku yuk! ::
Readmore → A Message of Love

Saturday, October 20, 2012

Rinai


Mengambil latar tempat di Gaza adalah salah satu yang membuat saya tertarik untuk membaca buku Rinai. Ditambah, ketika mengetahui bahwa kisah Rinai terinspirasi dari perjalanan penulis ketika berada di Khan Younis, Jabaliya, Deir Al Balah, Gaza City, maka keputusan untuk mengikuti event pre-order yang diadakan Penerbit Indiva di facebook-pun dilakoni. Sempat salah sangka, saat membaca blog penulis tentang gaya penceritaan epistori, bayangan awal saya adalah cerita akan berlangsung dengan model surat-menyurat seperti Life on the Refrigerator Door-Alice Kuipers tapi dalam bentuk surat bukan pesan di pintu lemari es. Jadi, saya mengira imajinasi pembaca dibangun dari aktivitas surat menyurat yang dilakukan sepanjang cerita. Ternyata epistori baru terasa ketika menjelang akhir antara Rinai dengan tokoh anonim, Aku. Meski begitu, saya menikmati membaca perjalanan Rinai Hujan yang dibalut dengan konflik psikologis dalam dirinya.

Sinta Yudisia
Menjadi anak perempuan di keluarga penganut adat Jawa yang kental ternyata menciptakan beragam tanya akan pengorbanan yang terlihat tidak adil, salah satunya 'pemujaan buta' terhadap laki-laki dalam keluarga. Jiwa berontak Rinai semakin kencang seiring dengan bertambahnya usia, bersamaan dengan tingkah Guntur, sang kakak, yang tidak tertolerir, ditambah lagi dengan Pak de Harun yang tidak kenal malu, terus meminta bantuan uang dari saudari-saudarinya, salah satu Bunda Rafika, ibu Rinai. Tapi, seluruh keluarga seperti berusaha 'menutup mata' dan memaklumi. 

Keputusan mengambil kuliah di Surabaya, ternyata tak membuat Rinai menjadi tenang, pertanyaan pun masih menggelayutinya, apakah keputusannya adalah bentuk pemberontakan atau upaya melarikan diri dari keluarga yang menurut Rinai selalu menciptakan beban pikiran. Sosok Nora Efendi membuat Rinai kagum dengan dosennya yang tampak sebagai perempuan tangguh yang berani mengambil tindakan dan cerdas, kemudian muncul sifat membandingkan ketika bayangan Bunda Rafika hadir dengan sifatnya yang pengalah dan kerap memendam segala keluh. Dua sosok perempuan kuat dengan caranya masing-masing.

Tak berhenti di situ, mimpi Rinai yang kerap hadir di setiap malamnya dalam wujud Ular pun menambah 'perang' dalam kepalanya. Mimpi tentang ular seringkali dianggap sebagai pertanda munculnya jodoh, tapi kehadiran mimpi ini mencemaskan. Rinai mulai mempertanyakan orientasi seksualnya, menambah permasalahan yang berkemelut dalam batinnya.

Setengah buku pertama, rasanya cerita berjalan lama bagi saya. Bukan dalam taraf membosankan tapi ada rasa tidak sabar dengan ada apa saja dan apa yang bakal terjadi di Gaza. Selain, menuturkan tentang latar keluarga dan pergolakan pikiran Rinai, penulis juga memberikan wacana tentang psikologis lewat diskusi yang terjadi dalam ruang kelas atau obrolan sesama teman kuliah, santai dan mengalir, mungkin karena latar belakang pendidikan penulis yang juga psikologi.

Sepanjang perjalanan menuju Gaza, penulis menggambarkan tentang proses ketika berurusan dengan petugas; suasana Timur Tengah yang jauh berbeda dengan Indonesia; makanan khas Timur Tengah yang malah membuat rindu nasi dan sambal pedas kampung halaman; dan berbagai tempat-tempat yang dilewati sepanjang perjalanan menuju Gaza, di sanalah penulis menyajikan unsur traveling dalam cerita.

Misi kemanusiaan ke Gaza memuat konflik. Tak disangka, human relief for human welfare [HRHW] yang dibawahi Nora Efendi tak seidealis yang dibayangkan Rinai. Persepsi tentang orang dan anak-anak Gaza yang 'diciptakan' untuk sekadar menarik simpati agar kucuran dana dari donatur semakin meningkat, menyalahi nurani Rinai. Perasaan bersalah dan terkejut membuatnya mengambil tindakan "melawan". Membaca bagian ini, memberikan saya gambaran tentang organisasi yang bergerak di dunia kemanusiaan, tanpa bermaksud menggeneralisir, ketika idealisme  'kalah' dengan realitas. Meski ada dua pandangan yang berseberangan, penulis tidak memihak, latar belakang dan alasan masing-masing disampaikan seperti ketika Nora berdebat dengan Taufik.

Tidak banyak buku yang mengangkat Gaza sebagai tema atau latar tempat, padahal butuh buku-buku seperti ini untuk terus mengingatkan pada manusia, terkhusus umat muslim, bahwa ada saudara kita yang sedang berjuang mati-matian untuk mempertahankan apa yang menjadi haknya. Tidak hanya bergaung pada waktu-waktu tertentu, tapi selama penindasan terus terjadi.

Sumber Gamber: sini

Judul: Rinai
Penulis: Sinta Yudisia
Penyunting: Mastris Radyamas
Penerbit: Gizone Books
Cetak: Pertama, 2012
Tebal: 400 hlm
Bintang: 4,5/5

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Rinai

Monday, October 15, 2012

Sang Pemusar Gelombang


Awalnya, saya mengira buku Sang Pemusar Gelombang merupakan bacaan fiksi sejarah, yang menceritakan kembali perjalanan hidup Hasan Al Banna dengan gaya fiksi, seperti Trilogi Muhammad - Tasaro. Setelah membaca satu bab dan mulai memperhatikan sub judul buku, "Sebuah Novel yang Berpusar Pada Peri Kehidupan Syaikh Hasan Al Banna", ternyata perkiraan saya salah, meski tidak 100%. 

Mengambil nama tokoh Randy, Hasan, dan Cikal, penulis ingin menampilkan perwakilan karakter dari beberapa golongan pemuda di Indonesia. Randy, aktivis dakwah yang sangat terinspirasi oleh Hasan Al-Banna; Hasan, pemuda yang memiliki ideologi sosialis dengan kekritisan dan kepedulian tinggi terhadap  masyarakat cilik, yang juga memiliki nama mirip dengan sang tokoh revolusioner Mesir; dan Cikal, perwakilan dari anak band yang kemudian dihadapkan pada konflik batin atas kebenaran pilihannya.

Hasan Al Banna
Terungkapnya masa lalu yang menimpa sang ayah, menumbuhkan ketertarikan dan keingintahuan Hasan pada sosok Hasan Al Banna. Perjuangan ayah Hasan menginspirasinya memulihkan keimanannya yang sempat terkubur dan mencari orang yang dapat membantunya mengenal Hasan Al Banna.

Randy Al Banna-lah yang kemudian mengantarkan Hasan ke ranah kehidupan dan pemikiran pria yang memrakarsai organisasi besar bernama Ikhwanul Muslimin.

Randy yang memiliki latar belakang keluarga yang moderat sebenarnya akan menarik jika lebih diangkat dalan cerita. Saya suka sekali diskusi Randy dengan Gilang, yang masing-masing memiliki argumentasi yang timbal-balik. Agak berbeda ketika Randy dan Hasan berdiskusi [baca: berbincang] yang lebih terasa datar, karena Hasan lebih bersifat menerima pemikiran yang disampaikan Randy.

Masih ada satu lagi tokoh, Cikal. Saya merasa sosok Cikal kurang menyatu dalam cerita. Persinggungan Cikal dengan Hasan/Randy tidak terlalu besar, bahkan terkesan "tidak terlalu penting". Maksud penulis ingin menyelipkan fenomena generasi muda saat ini yang kebanyakan keranjingan untuk menjadi selebritis, mungkin menarik. Tapi, tokoh Cikal jadi kurang masuk dengan tema utama novel ini, yaitu Hasan Al Banna. Kecuali, jika kemudian ternyata Sang Pemusar Gelombang memiliki sekuel yang akan menjelaskan keterkaitan lebih dalam antara ketiga tokoh tersebut, sepertinya bisa dimaklumi. Sepertinya begitu, melihat masih banyak konflik yang menggantung hingga akhir cerita.

Judul: Sang Pemusar Gelombang
Penulis: M. Irfan Hidayatullah
Penyunting: Feri M. Syukur & Topik Mulyana
Penerbit: Salamadani
Cetak: Pertama, 2012
Tebal: xviii + 502 hlm
Bintang: 3/5

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Sang Pemusar Gelombang

Monday, June 11, 2012

Dear Allah …



Rawadas, 11 Juni 2012

Surat teruntuk,
Iqbal Latif & Ayu Mayangsari

Assalamu’alaykum wr wb…

Saat saya pertama kali mendengar bahwa souvenir pernikahan kalian adalah buku, saya benar-benar dibuat penasaran, bagaimana bentuk bukunya? apa isi bukunya? koq bisa terpikir memberi memberi souvenir buku? Menarik, sangat menarik, terutama buat saya yang begitu menyukai buku. Saya yakin kalian pastinya sangat suka membaca, karena tidak mungkin terbersit memberi souvenir pernikahan ‘tak lazim’ ini di kepala seseorang yang tidak menyukai buku. Saya kemudian jadi berharap semoga kreativitas ini menjadi inspirasi dan bahan pertimbangan bagi para calon pengantin dalam memilih souvenir yang insyaALLAH akan berperan untuk membangkitkan semangat membaca.

Alhamdulillah, rasa penasaran saya tertuntaskan setelah minggu lalu pak pos menyerahkan paket yang berisikan buku berjudul ‘Dear Allah ...’ Rupa-rupanya, buku ini berisikan kumpulan surat yang ditujukan ke berbagai pihak, dari keluarga, sahabat, hingga pemimpin bangsa. Membaca sebuah surat memang lebih bisa merasakan apa yang ingin disampaikan si penulis , seperti ketika saya membaca buku harian. Maka sepanjang membaca surat demi surat, ada sebagian yang membuat saya berpikir, “ya ya, saya juga merasakan hal yang sama.” Sentilan akan kerapuhan moral bangsa, pentingnya budaya membaca dan berdirinya perpustakaan yang tepat guna, serta kenangan, kebahagiaan, kesedihan ketika bersama keluarga, semua pernah juga saya pikir dan rasakan. Hanya bedanya, saya tidak menuliskannya, dan disitulah letak kerugiannya. Beruntung untuk kalian yang senantiasa ringan untuk menggerakkan jemari.

Hai Iq, kalau boleh saya berkata, “meski sebagian besar surat ditulis olehmu, tapi penutup berjudul Dear Allah yang ditulis istrimu, Ayu, sangat menyentuh.” Renungannya berhasil membuat saya kembali menengok niatan awal pernikahan dan merenung tentang hakikat hidup dan apa yang telah saya raih sejauh ini. Sungguh, buku yang ditutup dengan tulisan yang begitu cantik.

Kalau boleh sedikit menyampaikan saran ya. Buku ini sebenarnya layak untuk diterbitkan pada pembaca yang lebih luas. Tapi mungkin akan diperlukan pembenahan, terutama dalam penyusunan tulisan yang menurutku masih ‘morat-marit’. Mungkin akan lebih membekas lagi jika surat-surat diklasifikasikan, berdasarkan tema, tokoh, atau apapun ide yang ada di kepala kalian. Dan kemudian, klasifikasi itupun dikerucutkan hingga berujung pada perenungan di tulisan penutup yang sudah sangat bagus peletakkannya.

Saya rasa rasa sekian dulu suratku untuk kalian. Semoga isinya berkenan dan akhir kata, saya hanya ingin berdoa,

Barakallahu lakaa wabarakah ‘alaika wajama'a baynakuma fii khair

Wassalamu’alaykum wrw wb,
Sinta, yang mewakili juga keluarga di Rawadas, Jaktim

Judul: Dear Allah ...
Penulis: Iqbal Latif & Ayu Mayangsari
Editor: Sumaryoso
Penerbit: Halaman Moeka
Cetak: Pertama, Januari 2012
Tebal: 106 hlm
Bintang: ***

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Dear Allah …

Monday, May 28, 2012

Rose + Pengumuman Pemenang Giveaways - April 2012


"Tuhan ternyata tidak pernah melupakan doa-doa. Bahkan ketika manusia sudah melupakan apa yang pernah dimintanya" [h. 295]
Hidup adalah ujian, dan ujian adalah bukti nyata kecintaan Sang Khaliq untuk hamba-Nya karena dari sana-lah Dia menempa rasa syukur, sabar, ikhlas, bijaksana, dan segala sifat positif lainnya. Dari sana pula-lah kualitas seorang hamba terlihat. Ujian bertubi-tubi yang menimpa keluarga Bu Kusuma sangat menguras kesabaran dan kekuatan untuk melangkahi setiap onak duri. Hidup dalam keluarga yang ‘minus’ sosok pria terasa ada yang kosong, apalagi jika yang ‘hilang’ adalah figur Ayah. Bu Kusuma dan keempat putrinya merasakan kekosongan tersebut saat sosok suami/ayah meninggal. Dahlia, Cempaka, Mawar, dan Melati, harus menjadi yatim di usia yang masih muda.

Awal membaca saya tidak menangkap bahwa tokoh utamanya adalah Mawar, mengingat judulnya adalah Rose. Keuletan dan obsesi Dahlia, si sulung, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pembayaran utang yang menumpuk menjadi sosok yang dominan. Bu Kusuma yang telah berumur dan memiliki penyakit wasir tidak lagi dapat diharapkan menjadi tulang punggung keluarga. Totalitas Dahlia bekerja demi keluarga membuat Mawar dan Melati prihatin. Cempaka sendiri tidak ambil pusing dengan keadaan keluarganya. Kematian sang Ayah membuat Cempaka kehilangan pegangan dan membuatnya meremehkan siapapun yang berusaha ‘menggantikan’ beliau.

Karakter Mawar yang dididik layaknya pria oleh sang Ayah, membuatnya seperti memang ‘dipersiapkan’ untuk menjadi penopang dan pelindung keluarga. Kemauan kuat tersebut muncul ketika musibah menimpa Cempaka; dan barulah Mawar terlihat sebagai tokoh utama. Hamil di luar nikah yang terjadi pada Cempaka dan utang-utang yang mulai ditagih, menjadi ujian untuk keutuhan empat bersaudara ini. Cek cok dan perselisihan yang sering mewarnai hubungan Mawar dengan Cempaka terus berlanjut setelah Cempaka melahirkan bahkan sampai si anak beranjak besar. Ujian terus muncul, dibarengi dilema dan upaya pencapaian titik keimanan. Tidak selesai di situ, ujian masih terus mengelilingi kehidupan keluarga Bu Kusuma.

Saya sangat suka gaya penceritaan dalam bentuk diary, karena menurut saya gaya tersebut bisa membuat pembaca mengenal sang tokoh dengan lebih natural, dari cara bertutur, dari gaya penulisan, dari susunan kalimat yang menjadi simbol luapan isi hati. Pada awal-awal cerita ada penggambaran perasaan masing-masing anak yang disampaikan dalam bentuk diary. Sayangnya, ketika membaca diary dari keempat tokoh perempuan di sini, saya seperti tidak melihat perbedaan satu sama lain, gayanya hampir sama semua. Padahal poin penulisan dengan gaya diary akan menjadi salah satu keunggulan dalam cerita, apalagi jika diary-diary tersebut konsisten dilakukan hingga akhir cerita.

Meski begitu, tetap jempol untuk penulis karena sejak membaca bukunya yang berjudul Kekuatan Ke7ujuh, saya menyukai gaya bercerita Sinta Yudisia yang sangat natural dan terlihat para tokoh begitu mengalir mengikuti alur yang 'ditakdirkan' oleh penulis. Karakter yang begitu membumi membuat tak ada kesan dipaksakan harus menjadi begini dan begitu. Terselip juga, nilai-nilai entrepreneur menjadi nilai tambahan yang dapat dipetik pembaca dalam perjalanan Mawar dan Melati. Dan yang pasti, lewat novel Rose, pembaca diajak merenung, bahwa segala ujung dari pencarian dan kegelisahan seorang manusia, adalah tuhannya, Allah Swt.

Judul: Rose
Penulis: Sinta Yudisia
Penyunting: Mastris Radyamas
Penerbit: Afra Novela [Lini Indiva Media Kreasi]
Cetak: Pertama, Rabiul Awal 1433 H/Januari 2012
Tebal: 320 hlm
Bintang: ***

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::

***

PENGUMUMAN PEMENANG GIVEAWAYS - APRIL 2012
ROSE by SINTA YUDISIA
INDIVA MEDIA KREASI


Salam Buku!

Alhamdulillah, selesai juga giveaways ed. April 2012. Banyaknya peserta cukup mengejutkan, sama sekali tidak menyangka bakalan seramai ini dan pencarian pemenang lumayan bikin kepala pusing karena komentar yang diberikan menarik-menarik. Jadi, penilaian didasarkan dari:
  1. Kelengkapan dan keabsahan pengisian kotak rafflecoster. Poin ini wajib karena banyak peserta yang gugur di penilaian pertama ini.
  2. Komentar yang cukup detail menggambarkan tentang apa yang tergambar di pikiran saat mendengar/membaca kata 'Rose'
Setelah menilai dan memilah, akhirnya diputuskan untuk pemenang giveaways ed. April 2012, adalah

Chi Yennesy Damayanti
Rose: Cantik. Kecantikan yang berbalut keanggunan, Ia kuat.
Seperti bunga mawar yang mampu melindungi diri dengan durinya. Harum, membuat orang terpesona. Jika Rose dilukiskan dengan wanita, yang teringat adalah seorang Lady. Lady yang memiliki keanggunan. Hidup dengan ketegaran. Dia disukai banyak orang. Rose juga bunga kesukaanku, terutama White Rose.
Rose, entah mengapa menurutku layak disebut "ibu" bunga karena ia tegar laksana Ibu.

Putri Utama
Rose??? Yang paling saya ingat justru seorang teman yang dipanggil Ros. Dia seperti menjadi "anak buangan" dalam keluarganya. Bila saudara sekandungnya pulang pergi kuliah naik mobil pribadi, dia naik angkot. Dikampus, secapek apapun kuliah + praktikum dia nggak pernah jajan, beli minum, ataupun makan siang. Padahal kuliah sejak pagi jam 7.30 WIB hingga sore bahkan jelang Magrib.

Rose yang kedua, karena saya baru selesai membaca Sunset Bersama Rosie, saya justru teringat pada sosok Rosie dalam buku itu.

Aneh memang... tapi yah begitulah saya... :)
Silakan para pemenang mengirimkan data lengkap [nama, alamat lengkap dan no HP] ke email sinthionk@gmail.com. Jika dalam waktu 2 x 24 jam tidak ada kabar, maka pemenang dianggap gugur dan digantikan oleh nominasi selanjutnya.

Bagi yang belum beruntung, masih banyak kesempatan karena saya akan sering mengadakan giveaways setiap bulannya. Saya ucapkan banyak terima kasih untuk teman-teman yang sudah berpartisipasi karena membuat giveaways ini semakin seru dengan keikutsertaan kalian.

Giveaways ed. Mei 2012 dapat dilihat di http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com/2012/05/giveaways-mei-2012-lonely-hearts-club.html
Readmore → Rose + Pengumuman Pemenang Giveaways - April 2012

Sunday, May 20, 2012

Tarapuccino


Meski sebagai penikmat kopi, saya tidak terlalu paham dengan nama berbagai jenis kopi. Saat membaca judul Tarapuccino, saya bertanya-tanya jenis kopi apa yang dimaksud. Pencarian di google pun tidak menuai hasil karena yang muncul, sebagian besar resensi buku terbitan Indiva ini. Parahnya, hingga separuh buku tuntas, saya masih belum mengerti, kopi jenis apa Tarapuccino ini. Mungkin karena terlalu fokus dengan konflik dan plot, saya baru ‘ngeh’, “Oiya, nama tokoh perempuannya kan Tara, apa dari sana ngambilnya?” dan itupun masih dalam taraf menebak-nebak. Jadi, monggo kesediaan penulisnya untuk memperjelas.
 

Cerita dibuka dengan aksi ilegal Diaz dan bagian ini berhasil menggenjot rasa penasaran saya. Kemudian, setting berpindah pada sebuah toko kue yang dirintis oleh Tara dan sepupunya, Raffi. Bakery yang bernama Bread Time ini, merupakan salah satu toko kue yang ternama di Kota Batam. Nah, di sini penulis memberikan ide yang menarik berkenaan dengan lokasi dan manajemen toko yang bernafaskan islam. Layak untuk diterapkan pada dunia nyata.
 

Konflik dimulai ketika Bread Time memutuskan hubungan dengan Calvin & Co, pemasok bahan baku produksi, dikarenakan produk mereka mengandung bahan yang diharamkan. Idealisme dan keteguhan para pemilik toko untuk menjaga kehalalan serta mempertahankan kualitas makanan, ternyata berbuntut panjang. Teror mulai bermunculan dan sosok Hazel, desain grafis baru Bread Time, mulai dipertanyakan.
 

Aksi illegal Diaz ternyata mengantarkan pembaca pada masa lalu kelam mahasiswa drop out yang harus menanggung utang Sang Ayah tersebut. Kematian ayah Diaz juga menyisakan tanda tanya besar tentang keberadaan Ibu kandungnya, yang sayangnya oleh penulis tidak dituntaskan dan tetap menjadi misteri hingga cerita berakhir. Tanggung jawab semakin besar karena harus membiayai hidup ibu tiri dan 3 saudara tirinya yang masih bersekolah. Maka, halal dan haram pun menjadi perang batin dan terus mengusik hati Diaz.
 

Konflik cinta pun tak luput jadi sasaran ‘tembak’ penulis. Tara, Raffi, dan Hazel terlibat cinta segitiga. Tapi menurutku kisah cinta ketiga tokoh ini tidak terlalu banyak dimunculkan, karena penulis lebih menonjolkan sisi misteri dalam alur cerita, dan untuk seleraku itu lebih ‘nikmat’. Kunci misteri itu sendiri sebenarnya, telah diselipkan penulis di bab-bab awal dengan cukup halus. Saya berhasil menangkap kunci tersebut dan sudah menebak akan ke mana cerita ini berlanjut. Meski begitu, penulis berhasil menciptakan suasana tegang dan menyelipkan pengetahuan tentang kode bahan makanan, internet dan Ilegal trading, sehingga saya pun bertahan membaca Tarapuccino sampai tuntas.
 

Saya agak bingung dengan pengaturan alurnya, apakah maju? Atau maju-mundur? Jika alurnya maju, kebingungan saya dimulai pada bagian di mana Hazel diterima sebagai karyawan Bread Time, yang terjadi lebih dulu dibandingkan saat Tara menyadari berita tentang kualitas bahan baku dari Calvin & Co. Apakah memang Calvin & Co sudah menyangka akan ada pemutusan kerjasama dari Bread Time sehingga mengirimkan Hazel sebagai mata-mata? Atau Hazel kebetulan mengikuti wawancara kerja ke Bread Time dan kemudian dimanfaatkan oleh Calvin & Co? Bagian yang mengganjal juga terjadi di bagian akhir cerita. Ada tanda tanya besar tentang hilangnya Diaz saat kecelakaan, yang ajaibnya di bab terakhir muncul kembali sebagai pengusaha.
 

Penampilan buku Tarapuccino, dengan ukuran yang di luar standar dan desain sampul yang bernuansa cokelat, terlihat menawan. Jempol untuk desainer sampulnya.
 

Judul: Tarapuccino
Penulis: Riawani Elyta & Rika Y. Sari
Editor: Saptorini
Penerbit: Afra Publishing
Cetak: Pertama, Oktober 2009/ Dzulqa'dah 1431 H
Tebal: 248 hlm
Bintang: ***

 :: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Tarapuccino

Tuesday, May 15, 2012

Katastrofa Cinta


Sangat pelik dan padat konflik. Itulah kesan yang saya dapatkan setelah membaca buku garapan Afifah Afra ini. Sejak awal membaca, saya sudah disuguhi dua alur yang membuatku terus bertanya-tanya, apa hubungan kedua cerita ini yang terlihat seperti tidak ada hubungannya. Pertanyaan itu terus muncul dan baru terjawab di ujung cerita, benar-benar di ujung halaman akhir. Untungnya, penulis berhasil 'memelihara' rasa penasaran saya hingga menamatkan cerita.

Pada era penjajahan Belanda, sekitar tahun 40-an, cerita bermula, bertuturkan tentang sejarah kakek buyut dan kelahiran Astuti yang berlatarkan adat Jawa. Konflik antar suami-istri, obsesi seorang ibu, dan Islam vs budaya Jawa, menjadi permasalahan yang sepanjang membacanya membuat saya bertanya, “kenapa sejarah hidup Astuti harus diceritakan jauh sejak sebelum dia lahir?”

Di sisi lain, ada kisah kehidupan Cempaka/Mei Hwa, sebagai anak keturunan TiongHoa. Sejak kecil Cempaka hidup dalam keluarga berada yang dipenuhi kasih sayang, tiba-tiba harus musnah akibat tragedi ’98 yang menyisipkan trauma bagi warga TiongHoa. Ketidak-sanggupan Cempaka menerima kenyataan, membuatnya mengalami gangguan mental dan menciptakan kebencian yang begitu besar pada Firdaus.

Tidak berbeda jauh dengan nasib Astuti. Ketika penjajah Jepang datang ke Indonesia, petaka hidup Astuti datang bertubi-tubi. Pada episode kehidupan Astuti kali ini pun dipenuhi dengan kedukaan, mulai dari kematian keluarga, pelecehan seksual, pelarian ke Jepang, hingga harus mengais uang dengan caranya yang mengenaskan di negeri Matahari Terbit.

Saat kembali ke Indonesia, karakter Astuti menjadi liar akibat tempaan hidup, hingga mengantarnya pada ideologi komunis. Perkenalannya dengan kelompok berlambangkan palu dan sabit menjadikannya seorang Gerwani, meski saat itu Kakeknya adalah ulama yang sedang giat melawan arus komunis. Dan kembali kita dihidangkan sekelumit sejarah bangsa Indonesia oleh penulis.

Digarap dengan alur cerita maju mundur, baik kisah Astuti maupun Cempaka, menurut saya tidak membuat bingung. Selain itu, saya yang cenderung kesulitan jika berhadapan dengan buku yang memiliki banyak tokoh, kali ini tidak terlalu kesulitan mengingat semua nama yang berseliweran, salah satu bukti bahwa penulis berhasil membuat karakter tokoh yang membekas di kepala saya.

Namun ada beberapa yang mengganjal kepala saya sepanjang membaca Katastrofa Cinta. Bayangkan, bagaimana ketika konflik yang begitu banyak, digarap dengan alur yang cepat, sudah pasti akan tertangkap kesan terburu-buru. Ya, saya merasa beberapa bagian cerita, terutama kisah Astuti, seperti ‘sekedar lewat’hingga terlihat bagian tersebut tidak tergali dengan baik. Semisal, ketika Astuti dijebloskan ke Pulau Buru. Saya tidak terlalu menangkap gambaran bagaimana kondisi Pulau Buru dan kehidupan Astuti di sana.

Satu lagi yang agak mengganjal kepala saya adalah masalah pendalaman karakter tokoh. Kemampuan penulis untuk memaparkan masa lalu yang kemudian mempengaruhi karakter tokoh sangat mumpuni, tapi ketika teknik tersebut kemudian diterapkan hampir ke semua tokoh, termasuk figuran, rasanya jadi terkesan bertele-tele, seperti yang terjadi tokoh Sujarwanto.

Terlepas dari semua itu, Katastrofa Cinta tergolong novel lintas zaman yang layak dibaca. Mungkin dibutuhkan riset lebih mendalam lagi untuk menggali bagian-bagian cerita yang masih terasa ‘sekadar lewat’. Bisa jadi kelak jika dilakukan revisi, kisah yang berlatarkan sejarah tahun 40 - 90-an akan menjadi lebih tebal. Tapi, tak masalah menurut saya, jika kemudian, lamanya membaca akan terbayar dengan berbobotnya  wacana sejarah yang disajikan dengan cara yang lentur sehingga menyenangkan untuk dibaca.

Judul: Katastrofa Cinta
Penulis: Afifah Afra
Editor: Taufan E. Prast
Penerbit: Lingkar Pena
Cetak: Pertama, 2008
Tebal: 270 hlm
Bintang: ****

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke Dagang Buku yuk! ::
Readmore → Katastrofa Cinta

Thursday, May 10, 2012

Risalah Menuju Jannah

 
Jujur, saya agak speechless mereview buku ini. Bingung karena hampir semua isinya ingin saya tuangkan dalam review. Rasanya ingin sekali saya membagikan semua isi tulisan dalam buku ini. Tapi gak mungkin kan? Bisa gempor jari saya. Buku berjudul Risalah Menuju Jannah ini, terbit cukup lama, sekitar Juni 2009. Nama Ihsan Tandjung-lah yang menggelitik saya untuk turut memesannya dengan harga yang terbilang murah. Nama Ihsan Tandjung saya kenal lewat ceramah beliau berjudul Zionisme Internasional yang saat itu menjadi tema yang sedang kugandrungi.

Risalah Menuju Jannah merupakan kumpulan tulisan yang sebagian sudah pernah muncul di website eramuslim.com. Penulis yang sampai sekarang masih aktif mengisi blog bolehjadikiamatsudahdekat.com ini, menyampaikan hal-hal krusial, yang dibaginya menjadi 4 tema besar yaitu dakwah, hari akhir, amal ibadah, dan ghozwul fikri [ideologi].

Pada bab awal penulis menyoroti tentang pentingnya mengajak atau berdakwah tidak hanya kepada sesama muslim tapi juga di luar muslim dengan cara yang benar tanpa paksaan. Ada satu artikel berjudul ‘Jangan Remehkan Ucapan Anda’ pada bab ini yang bagus menurutku, dimana poin yang saya dapatkan adalah kita tidak pernah menyangka, bahwa bisa jadi sebuah ajakan sederhana untuk bertaqwa kepada-Nya bisa menjadi membuka hidayah bagi orang lain.

Pada bab selanjutnya, tema sentral adalah mengimani akhir zaman, dan pentingnya memahami setiap pertanda akan datangnya kiamat. Sebuah zaman dimana setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban, masa dimana sebenar-benar kehidupan bagi manusia. Sebuah tulisan yang berjudul sama dengan blog penulis, ‘Boleh Jadi Kiamat Sudah Dekat’, memberikan gambaran besar posisi zaman kita saat ini, dimana kita sebenarnya telah berada pada babak keempat, dimana sering disebut dengan nama The Darkest Ages of The Islamic History.

“Memang sudah sepantasnya kita umat Islam yang hidup di zaman ini menghayati bahwa hari Kiamat sudah dekat. Mengapa? Karena bila kita ingat bahwa Nabi Muhammad saw. merupakan penutup rangkaian nabi-nabi Allah Swt, berarti kita merupakan penutup berbagai umat. Bila beliau dijuluki Nabi Akhir Zaman berarti kita Umat Akhir Zaman. Dan berdasarkan hadis Ringkasan Perjalan Sejarah Umat Islam, kita dewasa ini sedang menjalani kehidupan di babak keempat dari lima babak yang bakal dilalui umat Islam hingga menjelang dekatnya kedatangan hari Kiamat” [h. 136]

Bab III adalah menyinggung tantang amalan atau ibadah yang akan menjadi bekal kelak menuju Alam Barzah. Membaca bab ini membuat saya sedikit tertegun dan diingatkan kembali dengan amalan yang mungkin terlihat/terdengar sepele, seperti menjawab/mendengar azan; atau membaca doa sebelum tidur; atau tanpa sadar ternyata bisa jadi selama ini setan ikut mabit bersama. Astagfirullahil’adhim

Memasuki bab IV, tema yang diangkat lebih ‘berat’ tapi menjadi landasan utama seorang muslim, yaitu ideology/keyakinan. Penulis secara singkat mengkritisi sistem demokrasi, mengingatkan tentang zaman penuh fitnah yang sudah banyak betebaran, bahkan tentang kenapa Amrozi Cs bisa disebut sebagai syuhada, tanpa memungkiri ketidaksetujuan penulis atas tindakan bom mereka.

Penulis yang juga bertindak  sebagai salah satu dewan redaksi eramuslim.com ini menuliskan pemikirannya dengan kalimat sederhana dan tidak berbelit-belit, serta dibarengi hadist/ayat yang memperkuat isinya. Meski beberapa ayat/hadist sering disebutkan berulangkali di tulisan yang berbeda, hal itu tidak menimbulkan kesan monoton, karena pilihan dalil yang diambilnya benar-benar tepat sasaran sehingga efeknya lebih memperkuat apa yang disampaikan.


Judul: Risalah Menuju Jannah
Penulis: Ihsan Tandjung
Editor: Taufan E. Prast
Penerbit: Lingkar Pena
Cetak: Pertama, Juni 2009
Tebal: 350 hlm
Bintang: *****

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Risalah Menuju Jannah

Friday, May 04, 2012

Bersama Tarbiyah, Ukhti Tunaikan Amanah


Bertutur tentang tarbiyah, sebenarnya saya sendiripun sedang belajar mentarbiyah diri. Keakhwatan #1 karya Ust. Cahyadi, dkk ini adalah hadiah dari suami, sekaligus sindiran karena saya lebih banyak berkutat dengan buku berjenis fiksi. Lumayan lama buku ini mendekam di rak, baru bulan kemarin akhirnya saya tergerak untuk menceburkan diri ke dalamnya. Meski sedikit terlambat, Alhamdulillah, ternyata tidak salah hadiah yang dipilih si Abi.

Sebagai seorang muslimah, apalagi telah menjadi seorang istri/ibu, penting utuk senantiasa mentarbiyah diri. Tidak hanya sekadar untuk membentuk pribadi menjadi solehah, tetapi juga menciptakan pemikiran yang berlandaskan Islam.

“Kegiatan tarbiyah merupakan sebuah proses yang bermaksud menghantarkan pelakunya menuju kepada sebuah ‘kesempurnaan’ dalam batas kemanusiaan, yaitu usaha-usaha perbaikan diri dan umat untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Para akhawat muslimah adalah bagian dari masyarakat, sebagaimana juga laki-laki, yang harus dipersiapkan segala peran kebaikannya dalam sebuah proses tarbiyah” [h. 6]

Buku yang digarap empat orang penulis ini mampu menyampaikan tentang pentingnya tarbiyah bagi seorang muslimah secara gamblang. Sempat terpikir bahwa isi buku ini pastilah berat, sehingga saya pun menunda membacanya dalam jangka waktu yang cukup lama. Ternyata, saya salah, karena materi yang dipaparkan penulis sangat mudah dicerna oleh kepala. Materinya pun terbilang lengkap dan membahas berbagai kewajiban muslimah, mulai terhadap diri sendiri, keluarga, anak, suami, hingga masyarakat.

Buku ini layak untuk dijadikan bekal dan referensi sepanjang hidup, bahkan pantas untuk dibaca berulang kali mengingat kelabilan keimanan manusia. Pemaparan tentang pentingnya dan alasan dasar kenapa setiap muslimah wajib untuk tarbiyah, yang terletak di bab awal, sedikit banyak menjadi motivasi dan alasan kuat bagi saya untuk menuntaskan isi buku ini. Sekaligus, meyakinkan saya untuk terus menjadi lebih baik, lebih baik dan lebih baik lagi. Aamiiin!

Wallahu’alam bisshowwab


Judul: Keakhwatan #1, Bersama Tarbiyah Ukhti Muslimah Tunaikan Amanah
Penulis: Cahyadi Takariawan, dkk
Editor: Wahid Ahmadi & Darsim Ermaya Imam Fajarudin
Penerbit: Era Adicitra Intermedia
Cetak: Pertama, Februari 2010/Safar 1431 H
Tebal: xxii + 250 hlm
Bintang: ****

Seri Keakhwatan Lainnya:
Keakhwatan 2; Keakhwatan 3; Keakhwatan 4

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Bersama Tarbiyah, Ukhti Tunaikan Amanah

Wednesday, April 25, 2012

[GiveAway April 2012] Rose by Sinta Yudisia

Salam Buku ^_^

UPDATE INFO [30/4]:
Alhamdulillah! Barusan saya mendapat sponsor baik hati yang mau menambah hadiah buku terbaru Sinta Yudisia. Jadi, akan ada 2 pemenang yang nantinya akan mendapatkan hadiah buku berjudul Rose dari saya dan @TokoBukuAfra. Jadi, semakin besar kesempatanmu mendapatkan hadiah.

Berbekal keinginan untuk meramaikan dunia membaca, insyaALLAH mulai bulan ini saya akan selalu membagikan hadiah buku. Tidak selalu buku baru sih, kadang buku seken tapi tetap terjamin kualitas bukunya yang masih apik.

Mengingat blog buku yang saya miliki masih ada 2 lagi, jadi kuis selanjutnya tidak hanya berlangsung di blog ini, mungkin di Jendelaku Menatap Dunia atau Membaca Buku Si Cilik, tergantung dari jenis buku yang dijadikan hadiah.

Kali ini hadiah yang ingin saya berikan adalah buku Rose karya dari Sinta Yudisia


Sinopsis:
Karena mawar itu berduri, maka ia mampu menjaga keindahan kuntum-kuntumnya. Tetapi, Mawar, gadis tomboy sekaligus jago karate yang senang mendaki gunung ini, tak hanya dituntut menjaga dirinya sendiri. Ia harus mengembalikan kehormatan keluarganya yang tercabik-cabik.

Ketika Cempaka, Sang Kakak nan cantik dan menjadi idola semua pria bermaksud menggugurkan bayi dari hasil hubungan di luar nikahnya, Mawar menentang keras. Ketika si bayi akhirnya lahir dan Cempaka mencampakkannya, Mawar pun merawat Yasmin, si bayi itu. Ia rela orang-orang mengira bahwa Yasmin adalah anaknya, padahal ia tak bersuami, sementara Cempaka, melenggang dalam karirnya tanpa ada yang mencurigai asal-usulnya.

Ketika sang ibu terjebak dalam lilitan hutang, yang membuat rumah mereka disita dan mereka semua harus pergi dari rumah antik peninggalan almarhum ayah mereka, Mawar pun memimpin kebangkitan keluarga dengan bersusah-payah mencari nafkah.

Bahkan, Mawar pula yang berjuang keras membiayai kuliah Melati, adiknya yang bungsu di Fakultas Kedokteran, sementara kuliahnya sendiri terlantar, karena sibuk bekerja.
Bagaimana jika semua pengorbanan itu seperti tak mendapatkan balasan?

Pertanyaan Kuis

Ketika membaca/mendengar kata 'Rose', apa yang terpikir di kepalamu?

Aturannya:
  1. Terbuka untuk semua yang berdomisili di Indonesia
  2. Silakan mengisi kolom rafflecopter di bagian bawah
  3. Jawab pertanyaan di kotak komentar atau di kolom facebook
  4. Giveaways berlangsung sampai dengan tanggal 26 Mei 2012
  5. Pemenang dipilih oleh pemilik blog berdasarkan jawaban dari pertanyaan dan pengisian kotak rafflecopter. Hasil keputusan tidak dapat diganggu gugat
  6. Bila 48 jam setelah pemenang dihubungi, tidak ada jawaban, maka saya akan memilih pemenang baru.
So, selamat mengikuti kuis ^_^

Readmore → [GiveAway April 2012] Rose by Sinta Yudisia

Monday, February 27, 2012

Ketika Mas Gagah Pergi … dan Kembali


Bukavu adalah karya pertama Mbak Helvy yang kubaca, dan sukses membuat saya terpikat. Sebuah sastra islami yang memiliki kedalaman makna dan menyentuh hati. Kemudian berlanjut dengan membaca Titian Pelangi, kumpulan cerpen duet antara Mbak Helvy dan Mbak Asma. Meski berukuran kecil ternyata Titian Pelangi pun mendapat tempat di hatiku, meski Bukavu masih menjadi nomor 1, yang beberapa cerpennya ternyata diangkat kembali ke dalam buku Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali.

Awalnya kupikir buku ini adalah novel hasil pengembangan dari cerpen Mas Gagah, ternyata saya salah besar. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, merupakan karya re-packed dari buku Ketika Mas Gagah Pergi yang pernah terbit tahun 1997 oleh Pustaka Annida. Karena belum membaca buku terbitan Pustaka Annida tersebut, saya pun tidak dapat membandingkan kedua buku tersebut. Namun yang pasti, bentuk buku ini tetaplah kumpulan cerpen, dengan kisah Mas Gagah yang mendapat tambahan cerita sehingga berbentuk novelet.

Cerpen yang sangat berkesan buatku adalah Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, dan Lelaki Berhati Cahaya. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sudah pasti menjadi andalan dalam buku ini, dan ternyata memang layak dijadikan ‘headline’. Saya dibuat terkagum-kagum dengan sosok Yudistira, yang jujur malah mengalahkan karakter Mas Gagah. Semangatnya untuk menebarkan ilmu dimanapun dan kapanpun benar-benar nyetrum. Dan tak usai-usainya saya berpikir, koq bisa Mbak Helvy kepikiran membuat tokoh yang inspiratif dengan cara dakwah yang sering berada di tempat-tempat yang tidak lumrah.

Sejak awal membaca Lelaki Berhati Cahaya, saya dibuat bertanya-tanya , ‘emang semengerikan apakah sosok Muhammad Amir sampai semua orang menghardiknya??’ Sebal juga membaca komentar dan perlakuan nyinyir orang-orang di sekitarnya, padahal orangnya subhanallah, luar biasa baiknya. Namun, begitu penulis memaparkan wajah dari si tokoh Amir, saya dibuat deg-degan membayangkan orang dengan bentuk rupa seperti itu. Ya Allah, seandainya saya berjumpa dengan Amir, bisa jadi reaksi yang saya pun akan melukainya, meski sekadar memalingkan muka. Dan cerpen ini membuat saya menangis.

Masalah pendidikan, pemerintah, dan sosial pun menjadi tema yang coba dipaparkan lewat cerpen-cerpen. Berbeda dengan Bukavu yang cenderung agak njelimet, cerpen di dalam buku ini lebih mengedepankan kesederhanaan dan kemudahan dalam menyerap pesan moral sekaligus renungan mengenai dunia Islam.Kesederhanaan itulah yang membuat cerpen-cerpen dalam buku ini akan mampu memberikan pencerahan untuk pembaca dalam bersikap dan berpikir.

Judul: Ketika Mas Gagah Pergi ... dan Kembali
Penulis: Helvy Tiana Rosa
Editor: Tomi Satryatomo
Penerbit: Asma Nadia Publishing
Cetak: Pertama, Juli 2011
Tebal: 245 hlm
Bintang: ****
Pinjam dari Mbak Nadiah

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Ketika Mas Gagah Pergi … dan Kembali

Wednesday, February 08, 2012

Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat


‘Bukan Novel Biasa’. Label itulah yang tercantum di bagian depan sampul buku yang memiliki ilustrasi menarik ini, apalagi ketika membaca tema yang diusung bukan hal yang lazim diangkat dalam ranah novel. Tema pergolakan pemikiran liberal memang lebih sering terurai dalam karya non fiksi. Kemi, seorang santri yang tiba-tiba ingin keluar dan melanjutkan kuliah ke Jakarta menjadi awal cerita yang sarat dengan dialog dan pemikiran liberal vs islam.

Aktivitas yang dipenuhi dengan keramahan, fasilitas lengkap, akses mudah, dan suasana yang nyaman di Kampus Damai Sentosa, membuat Kemi keblinger ketika dirimu dicekoki sebuah paham yang dinilai keluar dari kebenaran. Kyai Rois yang merasa turut bertanggung-jawab dengan apa yang terjadi pada diri Kemi, akhirnya mengirim Rahmat untuk mengajaknya kembali ke pesantren. Apalagi, upaya Rahmat masuk ke Kampus Damai Sentosa juga dilatar-belakangi tantangan Kemi, yang menyatakan pemikirannya pasti akan berubah jika telah masuk ke kampus berbasis liberal.

Berbekal ilmu dari Kyai Rois dan Kyai Fahmi, Rahmat ‘berhadapan’ dengan Kemi maupun para pakar dan aktivis yang menamakan dirinya Islam Liberal. Walaupun sebagian besar cerita berisikan ‘perang’ pemikiran, ada selipan getar-getar cinta antara Rahmat dengan Siti, salah seorang ujung tombak gerakan feminisme, yang juga teman seorganisasi Kemi. Berada di lingkungan baru tidak membuat Rahmat kikuk, bahkan segala berjalan mulus, sampai saat Rahmat ‘membantai’ pemikiran rektor kampus dan Kyai Dulpikir.

Sebenarnya agak kurang sreg juga sih, saat membaca bagian dialog Rahmat dan pemikiran dua tokoh liberal, dimana para tokoh tersebut terlihat tidak cerdas dalam ‘melawan’ gempuran Rahmat dan hanya mengandalkan pernyataan yang berputar-putar. Apakah memang pemikiran liberal cenderung berputar-putar dan ngenyel? Untuk sosok Rahmat sendiri memang dideskripsikan sebagai orang yang hampir sempurna, cerdas, alim, plus ganteng, sedikit mengingatkan dengan tokoh-tokoh pria dalam buku Kang Abik. Novel ini tidak menyajikan alur dan plot cerita selayaknya novel islami yang cenderung lembut, tapi lebih mengutamakan pembahasan tentang dialog pemikiran islam vs liberal.

Adapun bab yang menurut saya agak aneh adalah hasil wawancara antara Bejo dan Dokter Ita. Walaupun maksudnya menguak sesuatu yang tabu, tapi dialog tersebut malah terdengar tidak etis, apalagi cara Bejo bertanya terbilang kasar. Rasanya bab tersebut seperti hanya selipan yang sebenarnya tidak terlalu penting, mengingat isinya tidak banyak berpengaruh pada kelanjutan kisah. Mungkin maksud penulis ingin memaparkan tentang cara berpikir kaum feminis, tapi malah terkesan dipaksakan. Saya cenderung berpendapat, alangkah baiknya jika sosok Siti yang lebih diperkuat sebagai ‘ikon’ feminis dalam buku ini.

Terlepas dari kekurangannya, saya benar-benar tertarik dengan tema yang diangkat dalam novel Kemi ini, dan berharap ada lagi penulis yang berkenan mengulik pemikiran islam vs liberal lebih dalam dan dipadukan dengan balutan fiksi.

Judul: Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat
Penulis: Adian Husaini
Penerbit: Gema Insani Press
Cetak: Pertama, April 2010
Tebal: 316 hlm
Bintang: ***

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat

Thursday, January 12, 2012

Muhammad saw; Mengapa Begitu Agung?

“Pilihan pertama saya jatuh pada Muhammad sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah manusia mungkin mengejutkan sejumlah pembaca, dan membuka lahan pertentangan dari berbagai pihak. Tetapi dia (Muhammad) adalah satu-satunya sosok dalam sejarah manusia yang sukses secara nyata dalam urusan dunia dan agama. Dengan kesederhanaannya, Muhammad “membuat” salah satu agama terbesar di dunia. Dia adalah pemimpin politik yang memiliki pengaruh yang sangat menakjubkan. Pengaruh Muhammad sampai sekarang ini masih kuat dan membahana di segenap penjuru dunia, meskipun beliau telah meninggal 13 abad yang lalu - Michael H. Hart

Kalimat terakhir dari pendapat penulis buku ‘Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah’ tersebut tidak dapat dipungkiri melihat bahwa sosok Rasulullah masih menjadi teladan bagi sebagian/seluruh aktivitas dan sikap dari kaum muslimin di dunia hingga saat ini. Mengenal sosoknya pun rasanya tidak ada habisnya. Ada saja sikap atau ucapannya yang begitu menginspirasi dan membuat pendengar/pembacanya terkagum-kagum. Subhanallah!

‘Muhammad saw; Mengapa Begitu Agung?’ merupakan salah satu buku mencoba menguraikan karakter Rasulullah penuh dengan keagungan dan teladan bagi umatnya. Namun, kali ini penulis, Dr. Shalih Ibrahim, hanya menuturkan tiga sifat Rasulullah yang dianggap paling penting dan sangat layak untuk dijadikan pembelajaran pada era sekarang. Sifat pertama, Perencana Terjitu, penulis mengambil contoh kasus saat Rasulullah melakukan hijrah. Saya tertarik sekali bagaimana penulis menyampaikan bagaimana ternyata Rasulullah telah merencanakan hijrah tersebut dengan cermat, bahkan beliau baru ’diangkat’ sebagai utusan Allah.

Sifat kedua, Guru Terhebat. Pada poin ini penulis menyoroti bagaimana Rasulullah melakukan komunikasi dua arah dengan pengikutnya. Kali ini yang membuat saya sangat tertarik adalah bagaimana penulis melihat sebuah hadist. Sepanjang membaca buku agama yang memuat hadis, sebagian besar selalu menyoroti tentang kandungannya, sedangkan pada buku ini penulis melihat dari sisi yang sering luput yaitu gaya bahasa dan bahasa tubuh yang Rasulullah lakukan. Bukan bermaksud menyepelekan poin kandungan hadist, tapi melihat cara komunikasi Rasulullah dalam menyampaikan risalahnya ternyata juga memuat pelajaran berharga.

Ketiga, Negositor Ulung. Perjanjian Hudaibiyah cukup terkenal di mata para pembaca sejarah hidup Rasulullah saw. Sebuah perjanjian antara Rasulullah saw dengan kaum Quraisy ketika Nabi ingin menunaikan ibadah haji bersama pengikutnya. Jika ditilik dari isi perjanjian tersebut, terlihat bagaimana tidak menguntungkannya bagi pihak muslimin, tapi tetap saja Rasulullah menyetujuinya. Ternyata ketika ditelisik lebih dalam, banyak sekali manfaat dari perjanjian yang semula tampak tidak adil tersebut. Di situlah penulis mengurai tentang rencana dan cara negosiasi beliau, salah satunya kejelian Nabi melihat karakter dari utusan bani Quraisy. Menyenangkan membaca buku ini, karena saya banyak menemukan hal-hal baru baik dalam menengok sejarah lebih dalam dan melihat kandungan hadist dari sudut pandang tertentu.

Judul: Muhammad saw; Mengapa Begitu Agung?
Penulis: Dr. Shalih Ibrahim
Penerjemah: Atik Fikri Ilyas dan Abdi Kemi Karyanto
Penerbit: Nakhlah Pustaka [imprint Maghfirah]
Terbit: Kedua, Januari 2009
Tebal: 180 hlm
Readmore → Muhammad saw; Mengapa Begitu Agung?

Saturday, January 07, 2012

Perjalanan Meminang Bidadari



“Segala sesuatu memiliki dua sisi. Entah benda, apalagi manusia dan pikirannya. Seseorang bisa dianggap sebagai pahlawan di satu sisi, tapi bisa juga sebagai penjahat di sisi lain. Dianggap kawan bagi sekelompok orang, tapi musuh bagi sekelompok yang lain.”

Penilaian dari orang lain atas diri manusia memang tidak lepas dari sudut pandang dan pemikiran yang terbentuk dalam kepala setiap manusia. Namun, jika Anda seorang muslim sepertinya layak memproklamirkan bahwa ke-10 pria pilihan penulis ini sebagai seorang kawan, bahkan sosk yang patut menjadi teladan, atas keistiqomahan mereka dalam memperjuangkan kemuliaan Islam. Sosok-sosok yang sangat teguh dengan pendiriannya, sosok-sosok yang tak kenal ampun melawan penindasan, sosok-sosok yang berjuang dalam perjalanan meminang bidadari.

Jujur, hampir sebagian besar tokoh dalam buku, baru saya kenal lewat lembaran memoar yang dituliskan oleh Herry Nurdi ini. Namun, di antara yang saya kenal, nama Syekh Ahmad Yasin-lah yang jelas sangat menginspirasi. Dulu saya sering melihat sosoknya muncul di layar televisi. Sosok yang renta, tubuh yang sudah lumpuh, indera yang tidak berfungsi dengan baik, namun segala kekurangan fisik ternyata tak membuatnya menjadi lemah, malahan menjadikannya tokoh dengan pemikiran tajam dan ditakuti oleh musuh. Tua tidak membuatnya takut untuk melawan perampokan yang dilakukan oleh Bani Israel. Syekh Ahmad Yasin hanya ingin memperjuangkan apa yang menjadi haknya, hak rakyat Palestina, seperti yang dikatakannya, “Aku tidak melawan Yahudi karena mereka Yahudi. Aku melawan karena mereka merampas tanah kami – [h.83]. Itulah sebagian kecil dari memoar yang padat-berisi tentang masa hidup Syekh Ahmad Yasin

Tak ada kata terlalu tua untuk berjihad di jalan Allah ~ Syekh Abdullah Yusuf Azzam

Kalimat yang dikutip dari halaman 120 tersebut, yang diucapkan salah satu tokoh dalam buku “Perjalanan Meminang Bidadari”, cukup mewakili bagaimana kesepuluh mujahid benar-benar ‘menghabisi’ umurnya hanya ditujukan pada-Nya, hanya untuk mendapat ridho-Nya, hanya demi meraih kemuliaan di jalan-Nya.

Hasan Al Banna, Sayyid Qutb, Omar Mukhtar, Yahya Abdul Latif Ayyash, Ibnul Khatab, Syekh Abdul Yusuf Azzam, Abdul Aziz Rantisi, Abdullah Syamil Salmanovich Basayef, dan Dzokar Musayevich Dudayev, adalah rangkaian nama yang perjalanan hidupnya coba dipaparkan oleh penulis, agar menjadi inspirasi bagi siapapun yang membaca. Saya pribadi setelah membaca buku ini, benar-benar dibuat takjub dengan komitmen yang dipegang teguh, bahkan di kala iman menurun pun, mereka masih dapat bangkit kala mengingat apa yang menjadi tujuan hidup mereka, seperti yang terkisah pada memoar Sayyid Qutb. Sungguh, memoar-memoar dari para mujahid ini pasti akan membuat pembaca termenung, seperti halnya saya. Coba merenungi kembali apa sebenarnya hakikat hidup di dunia, kembali memaknai segala bentuk ibadah, sekecil apapun, bahkan saya berani berkata buku ini insyaALLAH akan menjadi pendongkrak di kala futur.

Sedikit menyinggung tentang jihad. Dewasa ini jihad seringkali dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Sebuah cara pandang yang rupanya berhasil dicekokkan media lewat banyaknya propaganda yang semakin menyudutkan Islam. Efeknya, sebagian masyarakat anti dengan istilah jihad. Well, saya sebenarnya masih tergolong awam jika harus memaparkan segala tentang jihad, tapi kutipan dari perkataan Buya Hamka dalam artikel Membela Jihad dalam Pandangan Buya Hamka sepertinya layak untuk direnungkan kembali.

Ketakutan menyebut perkataan jihad adalah dikarenakan hilangnya kepribadian sebagai muslim, atau memang disengaja untuk menghilangkan harga diri sebagai muslim sejati.”

Judul: Perjalanan Meminang Bidadari
Penulis: Herry Nurdi
Penyunting: M. Irfan Hidayatullah
Penerbit: Lingkar Pena
Terbit: Pertama, 2011
Tebal: 210 hlm
Readmore → Perjalanan Meminang Bidadari
 

Yuk Baca Buku Islam Template by Ipietoon Cute Blog Design