Wednesday, September 28, 2016

Legenda 4 Umara Besar

Penulis: Indra Gunawan, Lc
Penerbit: Quanta
Cetakan: 2014
Tebal: 262 hlm
Harga: Rp. 49.800 (Diskon di Toko Buku Online)
Bintang: 3.5/5


“Sungguh miris, jika ternyata orang non-Muslim lebih paham sejarah kegemilangan Muslimin daripada orang-orang Islam sendiri. Padahal, sepertiga Al-Qur’an berisi tentang kisah-kisah, mengajarkan kita bahwa belajar sejarah merupakan cara efektif mengambil pelajaran, membangkitkan kesadaran.” (h. 111)

Legenda 4 Umara Besar. Saat melihat nama-nama di bagian sampul buku, hanya satu nama yang sangat familiar di kepalaku, yaitu Shalahuddin Al-Ayyubi. Jadi, melihat nama-nama lain diberi ‘gelar’ umara besar oleh buku ini, saya penasaran dengan sosok-sosoknya. Selain Shalahuddin Al-Ayyubi, profil yang ingin dituangkan adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, Abu Ja’far al-Manshur, dan Abdul Hamid II, nama-nama yang hanya saya kenal sepintas.

Dibuka dengan nama Muawiyah bin Abu Sufyan. Nama Abu Sufyan lebih saya kenal, dari pada Muawiyah karena memang lebih sering membaca sejarah awal Rasulullah dibandingkan dengan sejarah tokoh lainnya. Meski ayah Muawiyah adalah pembangkang di awal dakwah Rasulullah, tapi hijrahnya Abu Sufyan bersama keluarganya, berperan dalam perjuangan Islam di kemudian hari. Muawiyah sendiri dipilih oleh Rasulullah sebagai sekretaris, sekaligus salah satu penulis wahyu.

Muawiyah menjadi pemimpin sejak berdirinya dinasti Ummayah. Meski mendapat hujatan karena menentang khalifah Ali bin Abi Thalib, pemerintahan di eranya mampu meredakan sengketa dalam tubuh pemeluk Islam yang pada masa itu sedang panas. “Terbukti, umat yang tadinya tercabik-cabik kini kembali bersatu. Tak ada lagi pertempuran besar antar-Muslimin.” (h.30) Menurut penulis, meski sosok Muawiyah memiliki kekurangan seperti kehidupannya yang bergelimang harta, tapi banyak sekali sumber sejarah yang menyudutkan Muawiyah tanpa melihat lebih dalam pada masalah terjadi.

Sosoknya diceritakan sejak masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, saat pendirian dinasti Ummayah, Konflik dengan Ali bin Abu Thalib, hingga bagaimana Muawiyah menenangkan kembali kondisi umat Islam. Pada bab ini juga dijelaskan tentang alasan perpecahan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan, yang luar biasanya tidak membuat keduanya saling membenci.

Berlanjut ke masa Dinasti Abbasiyah, dengan sosok Abu Ja’far Al-Manshur. Figur ini dipenuhi dengan intrik, pembunuhan dan penjegalan pihak pesaing, termasuk oleh Al-Manshur yang juga memilih membunuh pesaingnya untuk meraih kursi kekuasaan. Jadi apa yang membuatnya layak untuk disebut Umara besar?

Penulis menuliskan, “Prinsipnya yang anti berleha-leha berbanding lurus dengan amalnya sepanjang 22 tahun bertakhta. Tahun demi tahun, pembangunan dan penyejahteraan rakyat digalakkan. Kemajuan ilmu pengetahuan disokong besar-besaran.” (h.66) “Al-Manshur lebih berani merombak dan membongkar pasang sistem demi tercapainya pemerintahan yang ideal.” (h.90)
Pada profil Al-Manshur, dijelaskan juga bagaimana pergerakan Syiah pada era Abbasiyah. Menurutku pada bab ini, ada bagian yang membingungkan yaitu alur maju-mundurnya sulit diprediksi. Jadi, harus berpegang pada tahun dan peristiwa yang selalu ditampilkan di setiap bab profil tokoh.

Selanjutnya, Shalahuddin Al-Ayyubi, adalah bagian terpanjang dari empat umara yang dikisahkan dalam buku ini. Karena menceritakan juga era sebelum Shalahuddin unjuk diri dalam pemerintahan Dinasti Zankiyah. Shalahuddin terlibat dalam kancah pertempuran sejak usai 27 tahun, dan menjadi orang kepercayaan dan kepanjangan tangan dari Nuruddin. Banyak nama yang muncul pada bab Shalahuddin ini, dan beberapa hampir mirip, seperti nama Nuruddin dan Najmuddin, ayah Shalahuddin, jadi agak hati-hati atau terkadang perlu membaca ulang jika terasa janggal.

Konflik sejarah antara Shalahuddin dan Nuruddin dibahas dalam buku ini, meski saya kurang mengerti literatur apa yang digunakan penulis, beliau mencoba membantah beberapa tudingan buruk sejarah pada diri Shalahuddin Al-Ayyubi. Sekaligus memperlihatkan kemampuan Al-Ayyubi dalam mengelola pemerintahan.

Abdul Hamid II, profilnya termasuk yang baru karena hidup pada abad ke-19, bisa dibilang, saya paling terkesan dengan beliau, karena keberaniannya menentang pihak asing dan kaum Zionist, isu yang sampai saat ini masih melekat dalam sejarah Islam. “Namanya ditulis dengan tinta merah di buku-buku sejarah hanya gara-gara pembangkangannya pada konspirasi zionisme. Kaum Yahudi yang menguasai media massa dan informasi dunia mendeskriditkannya sebagai pemimpin haus darah karena tidak mengizinkan berdirinya Negara Israel di Palestina.” (h. 217)

Abdul Hamid harus berjuang, tak hanya berhadapan dengan pihak asing tapi juga pemerintahannya sendiri yang mendewakan konstitusi. Beliau harus maju-mundur dengan konstitusi karena pertimbangan kondisi Negara. Bahkan, kejatuhannya juga dikarenakan protes dari rakyatnya sendiri, Gerakan Turki Muda, yang telah dijadikan boneka oleh kaum sekuler.

Sebenarnya saat membaca profil keempat Umara ini, pembaca juga disuguhi sejarah islam era kedinastian hingga masa sekarang. Diharapkan dari buku ini ditemukan sosok pemimpin yang memiliki karakter kuat dan ketaqwaan yang tinggi, dan belajar dari sejarah menjadi salah satu poin berharga untuk membangkitkan kearifan dalam membangun pemerintahan yang berlandaskan pada Allah swt.

“Untuk menelusuri seluk-beluk penerapan system dan hukum Islam dalam kehidupan bernegara inilah, maka sejarah perlu dipampangkan. Dalam hal ini para umara memainkan peran vitalnya mengawal karakteristik Islam sebagai penebar rahmat bagi alam.” (h.xii)
Readmore → Legenda 4 Umara Besar

Wednesday, September 14, 2016

Ikhtiar Meraih Ridha Allah

Judul: Ikhtiar Meraih Ridha Allah
Penulis: Abdullah Gymnastiar
Penerbit: Emqies Publishing
Tebal: 258 hlm
Harga: Rp. 60.000
Bintang: 4/5


Kisah Nabi Musa as. yang berguru pada Nabi Khidir as. menjadi salah satu bagian yang berkesan dalam buku Ikhtiar Meraih Ridha Allah. Peristiwa saat Nabi Musa protes melihat tindakan Nabi Khidir, yang menurutnya tidak lazim, memperlihatkan ketergesaan dan kekurangpahaman Nabi Musa as. Protes semacam inilah yang sering terjadi pada manusia atas ketetapan Allah swt. 

“Kita harus selalu siap dengan yang cocok maupun yang tidak cocok dengan keinginan. Sesungguhnya, dengan kemahasempurnaan ilmu-Nya, Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita, hamba-Nya.” (h. 45)

Segala tindakan atau kejadian yang melanda manusia, semuanya tidak lepas dari kendali Allah. Maka sangat patutlah jika manusia menaruh harap dan takutnya hanya kepada Allah swt, harap atas segala keridhoan dan nikmat-Nya, serta takut karena banyaknya dosa yang telah diperbuat. Harap dan takut inilah yang akan mendatangkan kebahagiaan jika semua yang dilakukan atas dasar cinta pada Allah swt.
Secara garis besar pembahasan buku ini adalah terkait manajemen qolbu dan tauhid, sesuai dengan tema yang sering diangkat Aa Gym dalam tausiyahnya. Pembahasan dibagi menjadi tiga bab, Perjalanan Menuju Allah, Yang Disukai Allah dan Tidak Disukai Allah. Judul bab yang menurut saya ringkas dan jelas, tanpa kalimat yang mengandung ambigu atau tanda tanya. Pemahaman yang disampaikan melalui kumpulan tulisan pun berkaitan dengan realita masa kini tanpa teori yang rumit. Sederhana menggambarkan situasi yang akrab dengan keseharian.

“Tak perlu sibuk mencari cinta dan perhatian manusia karena yang membolak-balikkan hati adalah Allah. Sibukkan saja untuk mencari cinta-Nya. Sungguh mudah bagi Allah untuk menyimpan cinta di hati hamba-hamba-Nya.” (h. 64)

Pembahasan masalah cinta dan pencarian perhatian dari makhluk di era social media saat ini sangat mudah ditemukan. Sebuah fenomena yang diungkit dalam buku ini, fenomena yang sudah tampak lazim, ketika ‘like’ sering menjadi ‘kebutuhan’ manusia demi sebentuk pengakuan dari manusia lainnya. Realita dimana pandangan  atau perkataan makhluk lebih dianggap daripada nilai ketaatan kepada Allah swt. Padahal, segala penerimaan dan penolakan dari makhluk adalah sepenuhnya kendali Allah swt, karena Dia-lah yang Maha membolak-balikkan hati.

“Apabila dikritik atau dikoreksi, daripada sibuk mencari alasan untuk membela diri, kita lebih baik sibuk untuk jujur akan kekurangan diri dan fokus memperbaikinya,” (h.169)

Begitupun saat terjadi sesuatu yang tidak cocok dengan keinginan/ penilaian, selalu ada hikmah dibalik segala kejadian, salah satunya terkait penghinaan yang kerap meninggalkan sakit hati bagi penerimanya. Sedikit kutipan tentang penghinaan yang layak untuk disimpan dalam benak, “Ingatlah, Allah masih menutupi sebagian besar kehinaan kita. Ingat pula bahwa rasa sakit dihina ini menggugurkan dosa. Dengan kepahitan tersebut, kita pun bisa mendapat pahala sabar.” (h. 171)
“Aku tidak peduli kelapangan dan kesempitan, karena keduanya baik,” ~ Ali bin Abi Thalib. Dalam kesempitan bisa sabar, dan akan mendapatkan pahala kesabaran. Dalam kelapangan bisa bersyukur, itu juga menjadi kebaikan. Semuanya baik, asalkan manusia bersedia menciptakan sudut pandang positif bahwa Allah tidak akan pernah menyia-siakan hamba-Nya, bahwa apa yang terlihat baik, belum tentu baik, begitupun sebaliknya. Allah Maha Tahu. 

“Lalu, di manakah kunci untuk memiliki hati yang nyaman? Kuncinya akan kita temukan manakala hati tidak bersandar, tidak berharap, tidak bergantung, sekecil apapun selain hanya kepada Allah Ta’ala. Jika demikian, Allah pasti akan mencukupi kebutuhannya dengan sempurna.” (h. 94)

Readmore → Ikhtiar Meraih Ridha Allah
 

Yuk Baca Buku Islam Template by Ipietoon Cute Blog Design