Saturday, January 07, 2012
Perjalanan Meminang Bidadari
“Segala sesuatu memiliki dua sisi. Entah benda, apalagi manusia dan pikirannya. Seseorang bisa dianggap sebagai pahlawan di satu sisi, tapi bisa juga sebagai penjahat di sisi lain. Dianggap kawan bagi sekelompok orang, tapi musuh bagi sekelompok yang lain.”
Penilaian dari orang lain atas diri manusia memang tidak lepas dari sudut pandang dan pemikiran yang terbentuk dalam kepala setiap manusia. Namun, jika Anda seorang muslim sepertinya layak memproklamirkan bahwa ke-10 pria pilihan penulis ini sebagai seorang kawan, bahkan sosk yang patut menjadi teladan, atas keistiqomahan mereka dalam memperjuangkan kemuliaan Islam. Sosok-sosok yang sangat teguh dengan pendiriannya, sosok-sosok yang tak kenal ampun melawan penindasan, sosok-sosok yang berjuang dalam perjalanan meminang bidadari.
Jujur, hampir sebagian besar tokoh dalam buku, baru saya kenal lewat lembaran memoar yang dituliskan oleh Herry Nurdi ini. Namun, di antara yang saya kenal, nama Syekh Ahmad Yasin-lah yang jelas sangat menginspirasi. Dulu saya sering melihat sosoknya muncul di layar televisi. Sosok yang renta, tubuh yang sudah lumpuh, indera yang tidak berfungsi dengan baik, namun segala kekurangan fisik ternyata tak membuatnya menjadi lemah, malahan menjadikannya tokoh dengan pemikiran tajam dan ditakuti oleh musuh. Tua tidak membuatnya takut untuk melawan perampokan yang dilakukan oleh Bani Israel. Syekh Ahmad Yasin hanya ingin memperjuangkan apa yang menjadi haknya, hak rakyat Palestina, seperti yang dikatakannya, “Aku tidak melawan Yahudi karena mereka Yahudi. Aku melawan karena mereka merampas tanah kami – [h.83]. Itulah sebagian kecil dari memoar yang padat-berisi tentang masa hidup Syekh Ahmad Yasin
Tak ada kata terlalu tua untuk berjihad di jalan Allah ~ Syekh Abdullah Yusuf Azzam
Kalimat yang dikutip dari halaman 120 tersebut, yang diucapkan salah satu tokoh dalam buku “Perjalanan Meminang Bidadari”, cukup mewakili bagaimana kesepuluh mujahid benar-benar ‘menghabisi’ umurnya hanya ditujukan pada-Nya, hanya untuk mendapat ridho-Nya, hanya demi meraih kemuliaan di jalan-Nya.
Hasan Al Banna, Sayyid Qutb, Omar Mukhtar, Yahya Abdul Latif Ayyash, Ibnul Khatab, Syekh Abdul Yusuf Azzam, Abdul Aziz Rantisi, Abdullah Syamil Salmanovich Basayef, dan Dzokar Musayevich Dudayev, adalah rangkaian nama yang perjalanan hidupnya coba dipaparkan oleh penulis, agar menjadi inspirasi bagi siapapun yang membaca. Saya pribadi setelah membaca buku ini, benar-benar dibuat takjub dengan komitmen yang dipegang teguh, bahkan di kala iman menurun pun, mereka masih dapat bangkit kala mengingat apa yang menjadi tujuan hidup mereka, seperti yang terkisah pada memoar Sayyid Qutb. Sungguh, memoar-memoar dari para mujahid ini pasti akan membuat pembaca termenung, seperti halnya saya. Coba merenungi kembali apa sebenarnya hakikat hidup di dunia, kembali memaknai segala bentuk ibadah, sekecil apapun, bahkan saya berani berkata buku ini insyaALLAH akan menjadi pendongkrak di kala futur.
Sedikit menyinggung tentang jihad. Dewasa ini jihad seringkali dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Sebuah cara pandang yang rupanya berhasil dicekokkan media lewat banyaknya propaganda yang semakin menyudutkan Islam. Efeknya, sebagian masyarakat anti dengan istilah jihad. Well, saya sebenarnya masih tergolong awam jika harus memaparkan segala tentang jihad, tapi kutipan dari perkataan Buya Hamka dalam artikel Membela Jihad dalam Pandangan Buya Hamka sepertinya layak untuk direnungkan kembali.
Ketakutan menyebut perkataan jihad adalah dikarenakan hilangnya kepribadian sebagai muslim, atau memang disengaja untuk menghilangkan harga diri sebagai muslim sejati.”
Judul: Perjalanan Meminang Bidadari
Penulis: Herry Nurdi
Penyunting: M. Irfan Hidayatullah
Penerbit: Lingkar Pena
Terbit: Pertama, 2011
Tebal: 210 hlm
Labels:
ghirah,
herry nurdi,
lingkar pena
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment