Tuesday, May 15, 2012
Katastrofa Cinta
Sangat pelik dan padat konflik. Itulah kesan yang saya dapatkan setelah membaca buku garapan Afifah Afra ini. Sejak awal membaca, saya sudah disuguhi dua alur yang membuatku terus bertanya-tanya, apa hubungan kedua cerita ini yang terlihat seperti tidak ada hubungannya. Pertanyaan itu terus muncul dan baru terjawab di ujung cerita, benar-benar di ujung halaman akhir. Untungnya, penulis berhasil 'memelihara' rasa penasaran saya hingga menamatkan cerita.
Pada era penjajahan Belanda, sekitar tahun 40-an, cerita bermula, bertuturkan tentang sejarah kakek buyut dan kelahiran Astuti yang berlatarkan adat Jawa. Konflik antar suami-istri, obsesi seorang ibu, dan Islam vs budaya Jawa, menjadi permasalahan yang sepanjang membacanya membuat saya bertanya, “kenapa sejarah hidup Astuti harus diceritakan jauh sejak sebelum dia lahir?”
Di sisi lain, ada kisah kehidupan Cempaka/Mei Hwa, sebagai anak keturunan TiongHoa. Sejak kecil Cempaka hidup dalam keluarga berada yang dipenuhi kasih sayang, tiba-tiba harus musnah akibat tragedi ’98 yang menyisipkan trauma bagi warga TiongHoa. Ketidak-sanggupan Cempaka menerima kenyataan, membuatnya mengalami gangguan mental dan menciptakan kebencian yang begitu besar pada Firdaus.
Tidak berbeda jauh dengan nasib Astuti. Ketika penjajah Jepang datang ke Indonesia, petaka hidup Astuti datang bertubi-tubi. Pada episode kehidupan Astuti kali ini pun dipenuhi dengan kedukaan, mulai dari kematian keluarga, pelecehan seksual, pelarian ke Jepang, hingga harus mengais uang dengan caranya yang mengenaskan di negeri Matahari Terbit.
Saat kembali ke Indonesia, karakter Astuti menjadi liar akibat tempaan hidup, hingga mengantarnya pada ideologi komunis. Perkenalannya dengan kelompok berlambangkan palu dan sabit menjadikannya seorang Gerwani, meski saat itu Kakeknya adalah ulama yang sedang giat melawan arus komunis. Dan kembali kita dihidangkan sekelumit sejarah bangsa Indonesia oleh penulis.
Digarap dengan alur cerita maju mundur, baik kisah Astuti maupun Cempaka, menurut saya tidak membuat bingung. Selain itu, saya yang cenderung kesulitan jika berhadapan dengan buku yang memiliki banyak tokoh, kali ini tidak terlalu kesulitan mengingat semua nama yang berseliweran, salah satu bukti bahwa penulis berhasil membuat karakter tokoh yang membekas di kepala saya.
Namun ada beberapa yang mengganjal kepala saya sepanjang membaca Katastrofa Cinta. Bayangkan, bagaimana ketika konflik yang begitu banyak, digarap dengan alur yang cepat, sudah pasti akan tertangkap kesan terburu-buru. Ya, saya merasa beberapa bagian cerita, terutama kisah Astuti, seperti ‘sekedar lewat’hingga terlihat bagian tersebut tidak tergali dengan baik. Semisal, ketika Astuti dijebloskan ke Pulau Buru. Saya tidak terlalu menangkap gambaran bagaimana kondisi Pulau Buru dan kehidupan Astuti di sana.
Satu lagi yang agak mengganjal kepala saya adalah masalah pendalaman karakter tokoh. Kemampuan penulis untuk memaparkan masa lalu yang kemudian mempengaruhi karakter tokoh sangat mumpuni, tapi ketika teknik tersebut kemudian diterapkan hampir ke semua tokoh, termasuk figuran, rasanya jadi terkesan bertele-tele, seperti yang terjadi tokoh Sujarwanto.
Terlepas dari semua itu, Katastrofa Cinta tergolong novel lintas zaman yang layak dibaca. Mungkin dibutuhkan riset lebih mendalam lagi untuk menggali bagian-bagian cerita yang masih terasa ‘sekadar lewat’. Bisa jadi kelak jika dilakukan revisi, kisah yang berlatarkan sejarah tahun 40 - 90-an akan menjadi lebih tebal. Tapi, tak masalah menurut saya, jika kemudian, lamanya membaca akan terbayar dengan berbobotnya wacana sejarah yang disajikan dengan cara yang lentur sehingga menyenangkan untuk dibaca.
Judul: Katastrofa Cinta
Penulis: Afifah Afra
Editor: Taufan E. Prast
Penerbit: Lingkar Pena
Cetak: Pertama, 2008
Tebal: 270 hlm
Bintang: ****
:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke Dagang Buku yuk! ::
Labels:
afifah afra,
fiksi sejarah,
lingkar pena
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment